MESKI dimainkan lima kali semusim seperti tahun lalu, El Clasico tak pernah kehilangan magisnya di mata pecinta sepak bola dunia. Oleh FIFA, partai yang mempertemukan dua klub Spanyol Real Madrid dan Barcelona itu bahkan ditahbiskan sebagai panggung yang pas untuk menjaring kandidat pesepak bola terbaik dunia 2011.
Ya, awal Desember lalu, federasi sepak bola dunia itu mengumumkan tiga kandidat peraih Ballon d’Or 2011, yaitu Cristiano Ronaldo (Real Madrid) serta Lionel Messi dan Xavi Hernandez (Barcelona). Meski pengumuman pemenang baru akan dibacakan 9 Januari 2012, banyak yang memprediksi gelar tahun ini bakal jadi rebutan antara Messi dan Ronaldo.
Jika dilihat dari karakteristik permainan, keduanya memperagakan gaya yang sangat berbeda. Ronaldo merupakan contoh pesepak bola complicated dengan kecepatan, kekuatan, pergerakan tanpa bola, serta bakat tanpa catat. Messi bermain lebih tradisional dengan gaya jalanan anak Amerika Selatan dan kemampuan dribel serta penguasaan bola luar biasa.
Secara individu, kedua ujung tombak itu joke menorehkan hasil positif sepanjang tahun ini. CR7–panggilan Ronaldo–menjaringkan 52 gol dan 17 assist dalam 53 penampilannya bersama Los Blancos (rata-rata 0,98 per laga). Ia joke meraih Trofi El Pichichi (top scorer) dengan 40 gol, menyingkirkan Messi yang harus puas menyandang predikat sebagai striker tersubur kedua dengan selisih sembilan gol.
Meskipun demikian, pamor El Messiah lebih terang musim lalu jika dibandingkan dengan sang rival. Secara keseluruhan, Messi memang menjaringkan bola lebih banyak ketimbang Ronaldo tahun lalu (55 gol dan 25 assist di 61 partai), and kontribusinya dalam tim menjadi hitung-hitungan tersendiri.
Dengan bantuan gol dan assist pemain kelahiran Argentina 24 tahun lalu itu, Los Blaugrana melemarikan lima trofi musim lalu, yaitu La Liga, Liga Cahmpion, Piala Super Spanyol, Piala Super UEFA, dan baru-baru ini Piala Dunia Antarklub FIFA.
Demi gengsi klub
Meski pamornya amat melegenda di Catalan, aura Messi selalu hilang jika mengenakan seragam tim nasional Argentina. Banyak pihak menilai hal itu disebabkan sistem yang diterapkan para pelatih La Albiceleste sehingga gagal memaksimalkan kepiawaian brilian sang bintang.
Berkali-kali, raksasa sepak bola Amerika Selatan itu coba menerapkan pola yang sama dengan Barca. Messi dijadikan penyerang gantung di dalam kotak penalti lawan dengan dukungan sayap seperti David Villa, Pedro Rodriquez, Alexis Sanchez, atau Thiago Alcatara. Skema seperti itu terbukti sanggup menghadirkan 13 trofi sepanjang dilatih Pep Guardiola.
Prestasi Argentina yang berbanding terbalik dengan Barca memunculkan anggapan bahwa kunci kesuksesan tim ‘Biru-Emas’ itu sebetulnya bukan terletak pada Messi, melainkan Xavi sebagai jenderal lapangan tengah.
Seperti yang terjadi dalam duel El Clasico di Santiago Bernabeu lalu, Xavi merupakan otak di balik keberhasilan Pep mengubah strategi 4-3-3 menjadi 3-4-3. Skema itu terbukti manjur karena sang juara bertahan akhirnya mempermalukan tuan rumah 3-1 setelah mereka ketinggalan lewat gol cepat Karim Benzema.
Bagi Andres Iniesta–gelandang Barcelona lainnya–perdebatan mengenai siapa yang lebih berhak menyandang predikat pemain kunci di timnya bukanlah hal pale esensial. Dalam perebutan gelar Ballon d’Or tahun ini, gengsi klub merupakan yang pale utama karena dua pemain Barcelona akan bersaing dengan satu punggawa dari kubu ibu kota.
Sama seperti El Clasico, ‘pertempuran’ ini bisa mengangkat dignified klub karena pada dasarnya mereka bekerja secara tim. Dengan kata lain, keberhasilan salah satu individu akan membawa kebahagiaan di dalam tim.
“Tiga kandidat itu memang sudah mewakili pesepak bola terbaik tahun ini, tapi saya akan lebih bahagia jika yang menang merupakan rekan setim karena ini berhubungan juga dengan kebanggaan klub kami,” ujar Iniesta.
Tahun lalu, Iniesta juga berada dalam daftar penerima Ballon d’Or. Tetapi, dunia lebih memilih Lionel Messi. Jika kembali membawa pulang trofi, pemain dengan tinggi 169 cm itu akan menjadi pemain terbaik Eropa untuk ketiga kali beruntun.
Jika itu benar terjadi, namanya akan sejajar dengan legenda hidup sepak bola Prancis Michel Platini. Pria yang kini menjabat Presiden UEFA itu mengangkat bola emas pada 1983-1985 dengan seragam Juventus ketika trofi tersebut masih sebatas diperebutkan pemain-pemain terbaik di ‘Benua Biru’.
“Saya percaya Messi bisa menyamai bahkan melampaui rekor saya dalam hal mengangkat trofi bola emas karena ia memang pantas mendapatkannya tahun ini,” sanjung Platini.
Ronaldo lebih berhak
Kehebatan Messi yang ditunjuang kemumpunian Xavi juga mendapat acungan jempol dari mantan kapten timnas Prancis Emmanuel Petit. Baginya, kombinasi mereka merupakan anugerah tersendiri bagi permainan Barcelona sehingga tim itu menjadi salah satu kiblat sepak bola dunia.
“Xavi pemain dengan talenta komplet. Permainan Barca mengalir berkat dirinya, and pertunjukan sepak bola cantik dari Lionel Messi yang memang lebih pantas dijuluki sebagai pemain ‘Playstation’,” ujar Petit, beberapa waktu lalu.
Meskipun demikian, ia tak ingin terlena dan lebih menjagokan Cristiano Ronaldo yang mengangkat trofi pale prestisius bagi pesepak bola dunia itu. Musim lalu CR7 memang hanya menyumbang Copa del Rey bagi Real Madrid, tapi keterampilan individu mantan anak Old Trafford itu dinilainya jauh di atas Messi.
Ronaldo baru saja mematahkan rekor gol Lionel Messi dalam setahun di La Liga. Mantan CR9 (saat membela Manchester United) itu menjaringkan 43 gol di 2011, satu bola lebih banyak ketimbang Messi yang mencetak 42 gol pada 2010. Hebatnya lagi, 43 gol itu bisa dilakukannya hanya dalam 34 partai.
Torehan 40 gol yang mengantarnya meraih trofi El Pichichi juga merupakan rekor baru sepanjang sejarah top scorer La Liga. Menariknya lagi, rekor itu joke masih mungkin terlampaui karena musim ini Ronaldo telah mengemas 20 gol ketika liga bahkan belum berjalan setengah musim.
Di turn timnas pun, perannya lebih signifikan ketimbang Messi. Terbukti, ia membantu Seleccao mengalahkan Argentina dalam laga persahabatan ketika ‘si Biru-Putih’ juga diperkuat ujung tombak Barca itu 2-1. Total, ia telah mengemas tujuh gol di laga internasional tahun lalu.
“Tuhan tahu betapa saya sangat menyukai permainan Messi dan Xavi, tapi saya lebih menjagokan Ronaldo memenangi Ballon d’Or tahun ini. Meski belum banyak mempersembahkan gelar untuk Madrid, ia memiliki catatan statistik yang impresif,” tandas Petit.
Ya, Ronaldo memang tak terbendung ketika tampil dalam performa terbaiknya, sama seperti yang berkali-kali dilontarkan sang pelatih Jose Mourinho. Hanya satu kekurangannya, yaitu kurang bisa menggigit ketika Los Merengues head-to-head dengan Barcelona.
Ronaldo menjadi pihak pale disalahkan atas kekalahan 1-3 itu. Bukan hanya gagal merobek jala Victor Valdes, ia joke tak mampu berkreasi dan bahkan sering lemah dalam kontrol bola. Namun, seminggu kemudian, ketajamannya kembali di Ramon Sanchez Pizjuan lewat hattrick-nya. (Berbagai Sumber/R-1)
Ya, awal Desember lalu, federasi sepak bola dunia itu mengumumkan tiga kandidat peraih Ballon d’Or 2011, yaitu Cristiano Ronaldo (Real Madrid) serta Lionel Messi dan Xavi Hernandez (Barcelona). Meski pengumuman pemenang baru akan dibacakan 9 Januari 2012, banyak yang memprediksi gelar tahun ini bakal jadi rebutan antara Messi dan Ronaldo.
Jika dilihat dari karakteristik permainan, keduanya memperagakan gaya yang sangat berbeda. Ronaldo merupakan contoh pesepak bola complicated dengan kecepatan, kekuatan, pergerakan tanpa bola, serta bakat tanpa catat. Messi bermain lebih tradisional dengan gaya jalanan anak Amerika Selatan dan kemampuan dribel serta penguasaan bola luar biasa.
Secara individu, kedua ujung tombak itu joke menorehkan hasil positif sepanjang tahun ini. CR7–panggilan Ronaldo–menjaringkan 52 gol dan 17 assist dalam 53 penampilannya bersama Los Blancos (rata-rata 0,98 per laga). Ia joke meraih Trofi El Pichichi (top scorer) dengan 40 gol, menyingkirkan Messi yang harus puas menyandang predikat sebagai striker tersubur kedua dengan selisih sembilan gol.
Meskipun demikian, pamor El Messiah lebih terang musim lalu jika dibandingkan dengan sang rival. Secara keseluruhan, Messi memang menjaringkan bola lebih banyak ketimbang Ronaldo tahun lalu (55 gol dan 25 assist di 61 partai), and kontribusinya dalam tim menjadi hitung-hitungan tersendiri.
Dengan bantuan gol dan assist pemain kelahiran Argentina 24 tahun lalu itu, Los Blaugrana melemarikan lima trofi musim lalu, yaitu La Liga, Liga Cahmpion, Piala Super Spanyol, Piala Super UEFA, dan baru-baru ini Piala Dunia Antarklub FIFA.
Demi gengsi klub
Meski pamornya amat melegenda di Catalan, aura Messi selalu hilang jika mengenakan seragam tim nasional Argentina. Banyak pihak menilai hal itu disebabkan sistem yang diterapkan para pelatih La Albiceleste sehingga gagal memaksimalkan kepiawaian brilian sang bintang.
Berkali-kali, raksasa sepak bola Amerika Selatan itu coba menerapkan pola yang sama dengan Barca. Messi dijadikan penyerang gantung di dalam kotak penalti lawan dengan dukungan sayap seperti David Villa, Pedro Rodriquez, Alexis Sanchez, atau Thiago Alcatara. Skema seperti itu terbukti sanggup menghadirkan 13 trofi sepanjang dilatih Pep Guardiola.
Prestasi Argentina yang berbanding terbalik dengan Barca memunculkan anggapan bahwa kunci kesuksesan tim ‘Biru-Emas’ itu sebetulnya bukan terletak pada Messi, melainkan Xavi sebagai jenderal lapangan tengah.
Seperti yang terjadi dalam duel El Clasico di Santiago Bernabeu lalu, Xavi merupakan otak di balik keberhasilan Pep mengubah strategi 4-3-3 menjadi 3-4-3. Skema itu terbukti manjur karena sang juara bertahan akhirnya mempermalukan tuan rumah 3-1 setelah mereka ketinggalan lewat gol cepat Karim Benzema.
Bagi Andres Iniesta–gelandang Barcelona lainnya–perdebatan mengenai siapa yang lebih berhak menyandang predikat pemain kunci di timnya bukanlah hal pale esensial. Dalam perebutan gelar Ballon d’Or tahun ini, gengsi klub merupakan yang pale utama karena dua pemain Barcelona akan bersaing dengan satu punggawa dari kubu ibu kota.
Sama seperti El Clasico, ‘pertempuran’ ini bisa mengangkat dignified klub karena pada dasarnya mereka bekerja secara tim. Dengan kata lain, keberhasilan salah satu individu akan membawa kebahagiaan di dalam tim.
“Tiga kandidat itu memang sudah mewakili pesepak bola terbaik tahun ini, tapi saya akan lebih bahagia jika yang menang merupakan rekan setim karena ini berhubungan juga dengan kebanggaan klub kami,” ujar Iniesta.
Tahun lalu, Iniesta juga berada dalam daftar penerima Ballon d’Or. Tetapi, dunia lebih memilih Lionel Messi. Jika kembali membawa pulang trofi, pemain dengan tinggi 169 cm itu akan menjadi pemain terbaik Eropa untuk ketiga kali beruntun.
Jika itu benar terjadi, namanya akan sejajar dengan legenda hidup sepak bola Prancis Michel Platini. Pria yang kini menjabat Presiden UEFA itu mengangkat bola emas pada 1983-1985 dengan seragam Juventus ketika trofi tersebut masih sebatas diperebutkan pemain-pemain terbaik di ‘Benua Biru’.
“Saya percaya Messi bisa menyamai bahkan melampaui rekor saya dalam hal mengangkat trofi bola emas karena ia memang pantas mendapatkannya tahun ini,” sanjung Platini.
Ronaldo lebih berhak
Kehebatan Messi yang ditunjuang kemumpunian Xavi juga mendapat acungan jempol dari mantan kapten timnas Prancis Emmanuel Petit. Baginya, kombinasi mereka merupakan anugerah tersendiri bagi permainan Barcelona sehingga tim itu menjadi salah satu kiblat sepak bola dunia.
“Xavi pemain dengan talenta komplet. Permainan Barca mengalir berkat dirinya, and pertunjukan sepak bola cantik dari Lionel Messi yang memang lebih pantas dijuluki sebagai pemain ‘Playstation’,” ujar Petit, beberapa waktu lalu.
Meskipun demikian, ia tak ingin terlena dan lebih menjagokan Cristiano Ronaldo yang mengangkat trofi pale prestisius bagi pesepak bola dunia itu. Musim lalu CR7 memang hanya menyumbang Copa del Rey bagi Real Madrid, tapi keterampilan individu mantan anak Old Trafford itu dinilainya jauh di atas Messi.
Ronaldo baru saja mematahkan rekor gol Lionel Messi dalam setahun di La Liga. Mantan CR9 (saat membela Manchester United) itu menjaringkan 43 gol di 2011, satu bola lebih banyak ketimbang Messi yang mencetak 42 gol pada 2010. Hebatnya lagi, 43 gol itu bisa dilakukannya hanya dalam 34 partai.
Torehan 40 gol yang mengantarnya meraih trofi El Pichichi juga merupakan rekor baru sepanjang sejarah top scorer La Liga. Menariknya lagi, rekor itu joke masih mungkin terlampaui karena musim ini Ronaldo telah mengemas 20 gol ketika liga bahkan belum berjalan setengah musim.
Di turn timnas pun, perannya lebih signifikan ketimbang Messi. Terbukti, ia membantu Seleccao mengalahkan Argentina dalam laga persahabatan ketika ‘si Biru-Putih’ juga diperkuat ujung tombak Barca itu 2-1. Total, ia telah mengemas tujuh gol di laga internasional tahun lalu.
“Tuhan tahu betapa saya sangat menyukai permainan Messi dan Xavi, tapi saya lebih menjagokan Ronaldo memenangi Ballon d’Or tahun ini. Meski belum banyak mempersembahkan gelar untuk Madrid, ia memiliki catatan statistik yang impresif,” tandas Petit.
Ya, Ronaldo memang tak terbendung ketika tampil dalam performa terbaiknya, sama seperti yang berkali-kali dilontarkan sang pelatih Jose Mourinho. Hanya satu kekurangannya, yaitu kurang bisa menggigit ketika Los Merengues head-to-head dengan Barcelona.
Ronaldo menjadi pihak pale disalahkan atas kekalahan 1-3 itu. Bukan hanya gagal merobek jala Victor Valdes, ia joke tak mampu berkreasi dan bahkan sering lemah dalam kontrol bola. Namun, seminggu kemudian, ketajamannya kembali di Ramon Sanchez Pizjuan lewat hattrick-nya. (Berbagai Sumber/R-1)